Translate

Minggu, 13 Januari 2013

Tes Intelegensi




1.    LATAR BELAKANG
Pada tahun 1812-1880, E.Seguin mengembangkan sebuah papan yang berbentuk sederhana untuk menegakkan diagnosis keterbelakangan mental. E.Seguin merupakan salah seorang pionir yang mengkhususkan diri pada pendidikn anak terbelakang mental dan sebagai Bapak dari tes performansi. Tes E.Seguin ini kemudian distandarisir oleh Henry H.Goddard (dalam Dewa Ketut Sukardi, 1997:14 ).
Tahun 1882, Francis Galstron membuka pusat testing pertama di dunia. Salah satu dari pemikiran Galstron menjadi dasar dikembangkannya pengukuran individual. Karena pada kenyataannya individu tidaklah sama antara satu dengan yang lainnya, tetapi memiliki perbedaan individual.
Alfred Binet dan Victor Henri (dalam Dewa Ketut Sukardi, 1997:14), mengemukakan Skala Binet Simon. Ebbinghaus menciptakan completion test, yaitu suatu tes yang berupa kalimat yang masih terbuka bagian belakangnya dan harus dilanjutkan. Melalui tes ini, dapat dilakukan pengukuran psikologis dan secara langsung dapat memberikan diferensiasi antara yang bodoh, rata-rata dan bright.
Salah satu orang yang mengembangkan daftar norma-norma dalam pengukuran psikologis adalah Joseph Jasrow (1863-1944). Kemudian, pada tahun 1896, G.C. Ferrari mempublikasikan tes yang bisa dipakai untuk mendiagnosis keterbelakangan mental. August Oehr, mengadakan penelitian tentang interelasi antara berbagai fungsi psikologis.  E.Kreplien, seorang psikiater mengembangkan empat macam tes yaitu, tes koordinasi motorik, tes asosiasi kata-kata, tes fungsi persepsi dan tes ingatan (dalam Dewa Ketut Sukardi, 1997:15).
Pada tahun 1895, E.Kaepelin mengembangkan tes inteligensi yang berkaitan dengan tes penalaran aritmatik dan kalkulasi sederhana. Tahun 1905, skala Binet-Simon terdiri dari tiga puluh soal, kemudian pada tahun  1908 direvisi dan kemudian diarahkan untuk anak-anak normal dan tidak berfungsi primer apabila dipergunakan untuk membedakan yang terbelakang dari yang normal. Kemudian pada tahun 1911, skala Binet-Simon digunakan untuk anak-anak yang berumur tiga tahun hingga usia dewasa. Dimana setiap tingkat usia terdapat lima soal.
Tahun 1916 (dalam Dewa Ketut Sukardi, 1997:15), melalui revisi Terman dan Stanford mempergunakan konsep IQs. Wilhelm Stern, mempergunakan rasio MA (Mental Age) dan CA (Chronologi Age) sebagai indeks dari taraf inteligensi. Tahun 1939 untuk pertama kalinya David Weschsler mempublikasikan tes inteligensi individu, yang dikenal dengan W.B.Test. Kemudian pada tahun 1949 diterbitkan WISC (Wechsler Inttelegence Scale for Children) yaitu suatu tes skala untuk tes inteligensi anak-anak.
Kemudian, sekitar tahun 1917-1918 (dalam Dewa Ketut Sukardi, 1997:16), mulai berkembang tes kelompok. Diawali dengan tes verbal untuk seleksi tentara Army Alpha. Sedangkan untuk buta huruf atau tidak bisa berbicara bahasa inggris digunakan yaitu Army Beta.

2.    PENGERTIAN TES INTELIGENSI
Menurut W.Stern (dalam Dewa Ketut Sukardi, 1997:16), inteligensi adalah kemampuan untuk mengetahui problem serta kondisi baru, kemampuan berpikir abstrak, kemampuan bekerja, kemampuan menguasai tingkah laku instinktif, kemampuan menerima hubungan yang kompleks.
Sejalan dengan itu, Weschler (dalam Dewa Ketut Sukardi, 1997:16) menyebutkan bahwa inteligensi adalah kemampuan bertindak dengan menetapkan suatu tujuan, untuk berpikir secara rasional dan untuk berhubungan dengan lingkungan disekitarnya secara memuaskan.
Menurut Binet (dalam Dewa Ketut Sukardi, 1997:16), inteligensi adalah kemampuan untuk menetapkan dan mempertahankan suatu tujuan, untuk mengadakan penyesuaian dalam rangka mencapai tujuan itu dan untuk bersikap kritis terhadap diri sendiri.
Menurut Claparde dan Stern, intelegensi adalah kemampuan untuk menyesuaikan diri secara mental terhadap situasi atau kondisi baru. Senada dengan itu, menurut K. Buhler, intelegensi adalah perbuatan yang disertai dengan pemahaman atau pengertian.

Berdasarkan beberapa pendapat para ahli di atas, dapat disimpulkan bahwa inteligensi adalah suatu kemampuan dasar yang bersifat umum untuk memperoleh suatu kecakapan yang mengandung berbagai komponen.


3.    TUJUAN TES INTELIGENSI
Tujuan tes inteligensi menurut Raisa (2012, online) yaitu:
a.       Tes intelegensi dapat digunakan menempatkan siswa pada jurusan tertentu.
b.      Untuk mengidentifikasi siswa yang memiliki IQ di atas normal.
c.       Tes intelegensi dapat digunakan untuk mendiagnosa kesukaran pelajaran dan mengelompokkan siswa yang memiliki kemampuan setara.
d.      Tes intelegensi dapat digunakan untuk memprediksi hasil siswa dimasa yang akan datang, dan juga sebagai media untuk mengawali proses konseling.
e.       Tes intelegensi dapat digunakan siswa untuk mengenali dan memahami dirinya sendiri dengan lebih baik, serta mengetahui kemampuannya.
f.       Untuk mengukur kemampuan verbal, mencakup kemampuan yang berhubungan dengan simbol numerik dan simbol-simbol abstrak lainnya.
g.      Alat prediksi kinerja yang efektif dalam banyak bidang pekerjaan serta aktivitas-aktivitas lain dalam hidup sehari-hari.

4.    JENIS-JENIS TES INTELIGENSI
A.    TES INTELIGENSI INDIVIDUAL
1.      Stanford-Binet Intelligence Scale
2.      Wechsler-Bellevue Intelligence Scale (WBIS)
3.      Wechsler-Intelligence Scale for Children (WISC)
4.      Wechsler Ault Intelligence Scale (WAIS)
5.      Wechsler Preschool and Primary Scale of Intelligence (WPPSI)

B.     TES INTELIGENSI KELOMPOK
1.      Printer Cunningham Primary Test
2.      The Californa Test of Mental Matturity
3.      The Henmon-Nelson Test Mental Ability
4.      Otis-Lennon Mental Ability Test
5.      Progressive Matrices



 KEPUSTAKAAN

Anne Anastasi, Susan Urbine. 1997. Psychological Testing, 7e (Alih Bahasa Robertus H.Imam, Jilid I). Jakarta: PT Prenhallindo.
Dewa Ketut Sukardi. Analisis Tes Psikologis dalam Penyelenggaraan Bimbingan di Sekolah. 1997. Jakarta:Rineka Cipta.